I Nyoman Widhi Adnyana "Jangan pernah hentikan kami untuk berkarya demi Bangsa - www.inymwidhiadnyana.blogspot.com - What do you Think? Here's my thinking"

Kisah Sukses

Elang Gumilang, Mahasiswa Beromset Milyaran


Sumber ide bisnisnya feeling dan Shalat Istikharah. Di usia 22 tahun dan berstatus mahasiswa Elang Gumilang sudah menjadi pengusaha properti beromset miliaran rupiah.
Menyenangkan melihat seseorang yang telah dianggap sukses membangun bisnis. Namun harap diingat bahwa sesuatu yang tampak di permukaan lantas mencerminkan keadaan secara keseluruhan. Bunyi pepatah, even Rome was not built in a day ketika berlaku di dunia usaha. Maknanya perusahaan skala besar sekalipun pasti diawali dari yang kecil. Dan proses ke arah itu bisa dipastikan tidak selalu semulus jalan tol. Maka seseorang yang hendak menjadi seorang pengusaha, ibarat kata ada dua pilihan, mau jadi intan dan batu kali. Batu kali hanya mengalami proses metamorfosa dari magma cukup satu kali, sedangkan intan mengalami proses berkali-kali sebelum akhirnya menjadi lebih indah, mahal, dan bernilai. Pengusaha yang ingin sukses berarti harus bisa menikmati proses, bisa menikmati setiap tempaan.
Elang Gumilang, dalam usianya yang 22 tahun sudah menghayati betul filosofi bisnis tersebut. Semenjak kecil gemar belajar bisnis, seperti jualan mainan tanah liat, korek api-korek apian, dan sebagainya, akhirnya jiwa dagangnya mulai terasah. Meskipun keluarganya tidak mengarahkan menjadi seorang entrepreneur, jauh-jauh hari telah insyaf, apabila tidak ingin terikat pekerjaan, pertama kali orang harus bisa bebas secara finansial dan waktu. Maka Direktur PT. Dwikarsa Semestaguna, sebuah perusahaan pengembang tersebut mulai berbisnis serius sewaktu masih duduk di bangku SMU. Pagi-pagi subuh ia sudah berangkat mengambil  dagangan ke pabrik roti donat, lalu mengedarkan ke sekolahan-sekolahan. Alasannya singkat, sebelum masuk universitas dia harus sudah dapat mengumpulkan modal Rp10 juta.
Seperti dituturkan, harapan Elang mengumpulkan modal usaha sebenarnya bisa terpenuhi sesuai target, namun karena sesuatu hal akhirnya uang Rp10 juta hanya tersisa Rp1 juta. Namun pemenang lomba Java Economic se-Jawa yang mengantarkan kuliah Fakultas Manajemen IPB itu pantang surut. Berturut-turut aneka bisnis ia jalankan sambil kuliah. Sehingga ketika sekarang ini kuliahnya tinggal skripsi, sekaligus ia telah berhasil menjadi pengusaha properti beromset miliaran.
“Saya cuma punya uang Rp1 juta, awalnya bingung bisnis apa. Akhirnya saya bisnis sepatu,” Elang mengawali ceritanya. Dengan sisa uang yang ada kelahiran Bogor, 1985 itu mengambil dagangan sepatu dari distributor dan menawarkan ke tiap-tiap pintu kos mahasiswa. Ternyata hasilnya lumayan, per bulan paling tidak ia mendapat tambahan uang saku Rp3 juta. Bisnis itu berjalan sekitar 6 bulan, sampai suatu ketika ia hampir ditipu oleh supplier dan menghentikan kerja sama.
Berhenti dagang sepatu, Elang melirik jasa pengadaan lampu dan alat listrik. Usaha ini sempat berjalan beberapa lama dan bahkan bisa dibilang nyaris tanpa modal. Proyek pertama yang didapat adalah penerangan untuk asrama IPB nilainya Rp50 juta. Selain itu ia sempat pula menjadi pemasok minyak goreng ke toko-toko di wilayah sekitar kampus IPB serta mendirikan lembaga kursus bahasa. “Dosen saya bilang, kalau mahasiswa bisnis yang tepat pakai otak, bukan mengandalkan otot,” ujarnya menyinggung alasannya berhenti berjualan minyak goreng dan membuka lembaga bahasa.
Tidak berhenti di situ, dari hasil merenung Elang beranggapan bisnis yang paling aman tidak lain adalah bisnis properti. Sampai akhirnya dia pun terjun ke bisnis ini, mulai menjadi pemasar hingga ikut tender, sebagai kontraktor. Tetapi, walaupun memperoleh untung lumayan, baginya menjadi kontraktor ternyata kurang nyaman.
“Kebetulan pada waktu itu ada tanah yang bisa diakuisisi, tapi nilainya miliaran. Rasanya tidak mungkin mahasiswa seperti saya mengakuisisi tanah yang nilainya miliaran,” sambungnya bercerita pertama kali tertarik menjadi developer. Untuk itu, Elang mulai mencari pinjaman modal. “Strategi pertama saya pakai KTA (kredit tanpa agunan). Ternyata malah susah, setiap bulan saya punya tanggungan Rp8,6 juta selama 2 tahun. Tahun pertama, selama 6 bulan saya pusing,” akunya. Dan setelah mencoba beberapa upaya lain, menurutnya langkah yang paling tepat adalah melakukan patungan modal bersama teman-temannya.
Elang berpendapat, sejatinya bisnis apa saja bisa dilakukan asalkan seseorang sudah memiliki arah yang jelas, tujuannya apa. “Banyak orang mempunyai uang dan kemampuan tetapi tidak dapat segera memulai bisnis, sebabnya karena kurang memiliki tujuan jelas, dan kedua, kurang memiliki rasa tawakal ke Allah. Jadi niatnya itu apa, harus memiliki tujuan yang jelas. Tetapi kalau sekadar tujuan dunia itu juga sangat dangkal. Melainkan harus jadi ladang amal untuk kehidupan akhirat kita,” ia mewanti-wanti.
Lebih lanjut, Elang bertutur datangnya ide memulai usaha ketika seseorang mampu menangkap peluang serta melihat potensi yang dimiliki. “Jadi kita melihat dulu, di sini butuh lampu, di sini selisih minyak antara toko dengan kilang selisihnya Rp500,00/kg, sepatu yang dipunyai teman-teman bisa lebih murah dibanding harga pasar karena tidak lewat toko. Saya bikin lembaga bahasa karena saya lihat lembaga bahasa yang ada mahal-mahal sekali. Selain itu, saya juga ingin bisa belajar bahasa tetapi gratis,” ujarnya menjelaskan pengalamannya ketika melihat peluang lalu digabungkan dengan potensi. “Melihatnya kalau saya lebih pada feeling, dan shalat istikharah,” imbuhnya.
Sementara itu, menyinggung soal bisnis plan, meski diperlukan tetapi bagi Elang justru terlalu jelimet. “Kalau menurut saya, perencanaan itu perlu, tapi bukan jaminan. Saya justru punya pendapat, semuanya tergantung kepada Allah. Jadi yang paling utama bagaimana supaya Allah berkehendak kita sukses,” tegas peraih gelar wirausaha muda terbaik 2007 itu.
Begitu pun ketika menyinggung cara memperoleh permodalan usaha. Bahkan menurutnya dia tidak mungkin bisa seperti sekarang kalau tidak memperoleh kemudahan jalan dari Tuhan. Karena modal usahanya kebanyakan diperoleh dari dana-dana pribadi, tentu saja syarat utama, sebagai pribadi dia harus bisa menunjukkan karakter yang memiliki kredibilitas. Misalnya, di antara teman-teman kuliahnya, semua tahu ia tidak pernah nyontek karena dia ingin menjadi orang yang bisa dipercaya.
“Lama-kelamaan timbullah kepercayaan. Dari kepercayaan itu timbullah kredibilitas. Bagaimana kita dapat modal kalau orang tidak punya kepercayaan kepada kita. Jadi yang utama menurut saya kredibilitas. Alahmdulillah sampai sekarang bisnis-bisnis itu semuanya juga on the track,” ungkapnya penuh syukur. Apalagi setelah suka-duka berbisnis pernah dialami. Dua tahun awal berbisnis properti, diakui, ia pernah berada pada situasi sama persis seperti dengan Nabi Yunus, terjebak dalam tiga kegelapan. Yaitu memiliki tanggungan KTA Rp 8,6 juta/bulan, membayar jaminan sebesar Rp50 juta, dan harus menanggung biaya hidup sendiri karena persoalan ekonomi keluarga.

 

Kisah Sukses Wanita Lulusan SMP, Kini Susi Dengan Keuletannya Memiliki 22 Pesawat

Pesawat Susi Air, Bisnis yang sukses karena keuletan
Pesawat Susi Air, Bisnis yang sukses karena keuletan
Kerut di wajah wanita ini menggambarkan betapa keras jalur hidup yang ditempuhnya. Susi Pujiastuti (45) merangkak sebagai pedagang ikan segar. Ia sukses di industri perikanan modern dan penerbangan carter beraset ratusan miliar rupiah.
Tak pelak, PT Excelcomindo Pratama (Tbk), perusahaan telekomunikasi, menganugerahinya predikat The Best Indonesia Berprestasi 2009. Saat ini, wanita yang hanya lulusan SMP itu mengelola dua perusahaan.
Masing-masing adalah PT ASI Pujiastuti Marine Product yang bergerak di bisnis perikanan, dan Susi Air yang merupakan maskapai sewa dengan 22 pesawat propeler. Dari dua perusahaan itu, Susi bisa menghidupi ribuan karyawan.
Jalan hidup wanita yang hanya lulusan SMP ini penuh liku sampai akhirnya berhasil
Jalan hidup wanita yang hanya lulusan SMP ini penuh liku sampai akhirnya berhasil
Jalan hidup wanita ini memang penuh liku. Seusai memutuskan keluar dari bangku SMA di Cilacap, Jawa Tengah, pada 1983, Susi mulai menjalani pekerjaannya sebagai pengepul ikan dengan modal pas-pasan.
Usahanya terus berkembang. Setahun kemudian, dia berhasil menguasai pasar Cilacap. Tidak puas hanya berbisnis ikan laut di satu daerah, Susi mulai melirik daerah Pangandaran di pantai selatan Jawa Barat.
Ternyata, di sana keberuntungan Susi datang. Usaha perikanannya maju pesat. Jika semula dia hanya memperdagangkan ikan dan udang, maka Susi mulai memasarkan komoditas yang lebih berorientasi ekspor, yaitu lobster.
Kini Susi memiliki lebih dari 20 pesawat, sebuah nilai perjuangan hidup seorang wanita
Kini Susi memiliki lebih dari 20 pesawat, sebuah nilai perjuangan hidup seorang wanita
Dia membawa dagangannya sendiri ke Jakarta untuk ditawarkan ke berbagai restoran seafood dan diekspor. Karena permintaan luar negeri sangat besar, untuk menyediakan stok lobster, Susi harus berkeliling Indonesia mencari sumber suplai lobster.
Masalah pun timbul. Problem justru karena stok sangat banyak, tetapi transportasi, terutama udara, sangat terbatas. Untuk mengirim dengan kapal laut terlalu lama karena lobster bisa terancam busuk atau menurun kualitasnya.
Pada saat itulah timbul ide Susi lainnya untuk membeli sebuah pesawat. Christian von Strombeck, suaminya yang kebetulan warga negara asing yang berprofesi sebagai pilot pesawat carteran asal Jerman mendukungnya.
Sebuah pesawat jenis Cessna dia beli. Alat transportasi itu sangat membantunya meningkatkan produktivitas perdagangan ikannya. Nilai jual komoditas nelayan di daerah juga naik.
“Nelayan bisa mendapatkan nilai tambah. Misalnya saja, lobster di Pulau Mentawai yang tadinya hanya dijual Rp 40.000 per kilo, setelah itu bisa dinaikkan menjadi Rp 80.000 per kilo saat itu,” kata Susi kepada Persda Network.
Jadi, kebutuhan terhadap pesawat penumpang pun semakin meningkat seiring dengan ekspor yang terus bertambah. Belakangan, pesawat yang tadinya hanya untuk mengangkut barang dagangan laut, dia coba sewakan kepada masyarakat yang ingin menumpang.
“Ternyata, permintaan transportasi sangat besar karenanya kita pun mengembangkan bisnis pesawat carter ini dan Susi Air,” ujarnya.
Saat ini, Susi Air memiliki 22 pesawat kecil, antara lain jenis Cessna Grand, Avanti, dan Porter yang dioperasikan oleh 80 pilot. Sebanyak 26 pilot di antaranya adalah pilot asing.
Harga pesawat Cessna saat ini Rp 20 miliar per unit. Adapun harga pesawat Avanti bisa empat kali lebih mahal.
Maskapai Susi Air saat ini beroperasi di hampir semua daerah pelosok di Indonesia. Untuk mengembangkan bisnisnya ini, Susi bertekad menambah pesawat lagi hingga mencapai 40 unit pada akhir tahun depan dengan investasi sekitar Rp 200 miliar.
“Yang penting kita tingkatkan layanan agar pelanggan semakin suka pada kita,” ujarnya berfalsafah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar